Minggu, 13 Maret 2016

DI BALIK PESAN IBU TENTANG JANGAN LUPA SHOLAT.

Oleh: FAHD PAHDEPIE
Sumber: inspirasi.co

Sewaktu kuliah di Jogja, setiap kali pulang ke rumah saya di Bandung, ibu saya selalu mengulang-ulang pesan yang sama, "Jangan lupa shalat!" Berkali-kali mendengar nasihat itu, lama-lama saya bosan dan jengah juga. "Ya enggak lah, Bu! Nggak akan lupa kok, tenang aja." Jawab saya, kesal. Mendengar semua itu, ibu saya hanya tersenyum. Lalu kembali membantu saya menyiapkan keperluan lainnya untuk kembali ke Jogja: Beberapa bungkus abon sapi, pakaian yang telah dicuci dan disetrika, uang jajan sampai bulan depan.

Di stasiun kereta kami berpisah, saya mencium tangan ibu dan ayah, lalu memeluk mereka berdua. Tapi sebelum pergi, pesan ibu tetap saja sama, itu lagi dan itu lagi, "Jangan lupa shalat!" Saya hanya bisa mengangguk. Dengan pertanyaan menggumpal di hati.

Bertahun-tahun sejak semua itu, saya baru menyadari betapa penting dan luar biasa pesan ibu tentang shalat. Ternyata semua itu bukan sekadar mengingatkan saya untuk menjalankan shalat sebagai ibadah ritual, yang sifatnya rutin dan wajib. Tapi lebih dari itu...

 Shalat yang tak boleh dilupakan seorang manusia ternyata adalah shalat yang menjelma menjadi karakter dalam dirinya. Shalat, sebagaimana kata itu terbentuk dalam Bahasa Arab, terangkai dari tiga huruf: SHAD, LAM, dan TA (marbuthah). Maka inilah pesan ibu yang sebenarnya:
Jangan lupa shalat. Jadilah individu yang memiliki SHAD dalam dirinya: Shidqul qouli, seseorang yang selalu benar ucapnnya.
Jangan lupa shalat. Jadilah pribadi yang senantiasa menjaga LAM dalam setiap nafas hidupnya: Layyinul qolbi, seseorang yang lembut hatinya.
Dan jangan lupa shalat! Teruslah berusaha menjadi manusia yang teguh dengan prinsip TA dalam dirinya: Tarqul ma'asyi, yang senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan tercela.

Kini saya tahu betapa penting dan luar biasanya pesan ibu. Saya mungkin tidak lupa menjalankan shalat ritual, tetapi saya belum tentu bisa selalu mengerjakan shalat aktual... Shalat yang mendarah daging dalam diri saya, menjadi karakter dan budi pekerti saya sehari-hari.

Sekarang tentu saya sudah tak kuliah lagi Jogja, dan Ibu sudah jarang menasihati saya untuk "Jangan lupa shalat". Mungkin ibu pikir saya sudah dewasa dan saya sudah mengerti. Tapi sebenarnya saya selalu butuh nasihat itu... Nasihat yang terus mengingatkan saya untuk shalat (sha-la-t), untuk menjadi pribadi yang selalu benar kata dan perbuatannya, yang lembut hati dan perangainya, yang menjauhkan diri dari perbuatan keji dan munkar...

 Terima kasih, Ibu. Selama ini mungkin saya merasa sudah shalat. Tetapi ternyata belum... Selalu belum...

Wallahu'alam Bishawab
Semoga Bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar