Selasa, 03 Mei 2016

Sekolah Para Hewan



Alkisah di sebuah hutan belantara. Ikan, elang, dan teman-temannya, segala jenis hewan penghuni hutan diharuskan untuk mengikuti pendidikan dasar 6 tahun. Kurikulum mengharuskan seluruh siswa untuk mempelajari 4 mata pelajaran di tahun pertama sekolah: Memanjat Pohon, Terbang, Lari, serta Berenang. Bisa atau tidak, semua matapelajaran harus diikuti oleh semua siswa, karena itu tuntutan kurikulum.
Hasil ujian semester 1. Ikan memperoleh nilai A+ (nilai sempurna) dalam mata pelajaran berenang dan nilai E untuk tiga mata pelajaran lainnya. Rata-rata nilai ikan 1,00. Elang memperoleh nilai A+ dalam matapelajaran terbang, nilai D untuk lari, serta nilai E untuk memanjat pohon dan berenang. Rata-rata nilai elang 1,25.
Memasuki semester 2, ikan memutuskan untuk mengikuti les tambahan untuk matapelajaran memanjat pohon terbang, dan lari. Tujuannya agar ia tidak lagi memperoleh nilai merah di raportnya. Selama 6 hari dalam seminggu, ikan mengikuti les. Setiap hari ia menghabiskan waktu 3 jam, satu jam untuk masing-masing les.  Berbeda dengan elang yang memilih untuk menekuni mata pelajaran terbang, karena ia menyukai terbang dan ia merasa terbang adalah bakatnya. Elang tidak peduli dengan nilai merah untuk mata pelajaran yang lain.
Tibalah waktu ujian semester 2. Ujian pertama, memanjat pohon. Apakah ikan mampu memperoleh nilai yang baik? Tentu saja tidak. Meski telah berusaha keras, ia harus berpuas diri dengan nilai D. Nilai yang sama untuk ujian lari dan terbang. Hari terakhir, ujian berenang. Ikan pergi ke sekolah dalam kondisi cedera serius akibat kemarin terlalu memaksakan diri di ujian terbang. Sirip yang sangat membantu ia dalam berenang sulit digerakkan. Akibatnya, performa ikan saat berenang tidak maksimal, dan ia hanya mendapat nilai B. Rata-rata nilai ikan 1,50. Bagaimana dengan elang? Nilai yang ia peroleh sama dengan semester kemarin, hanya berbeda di nilai lari, ia mendapat E. Rata-rata nilai elang 1,00.
Rata-rata nilai ikan meningkat, elang sebaliknya. Namun dari segi keahlian tidak demikian. Elang menunjukkan perubahan yang luar biasa. Banyak aksi akrobatik di udara yang luar biasa mampu ia lakukan dengan sempurna. Sedangkan ikan, untuk berenang saja tidak lagi sehebat dulu. Namun, karena nilai ikan lebih tinggi dari elang, peringkat ikan di kelas lebih tinggi daripada elang.
Ini kisah dari sekolah di hutan belantara, sekolah para hewan. Di sini, kurikulum dikembangkan untuk mengakomodir keinginan para pengambil keputusan, kemudian diterapkan pada seluruh siswanya tanpa mempertimbangkan minat, bakat, kemampuan, serta keberagaman yang ada. Di sini nilai hasil ujian adalah segala-galanya. Semoga yang terjadi di sini tidak terjadi di sekolah kita, sekolah para manusia. Karena jika terjadi seperti itu, tentu tidak ada bedanya sekolah para hewan dan sekolah para manusia.