Kamis, 05 Januari 2017

REKRUITMEN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI



A.    PENDAHULUAN
Organisasi secara sederhana didefinisikan sebagai kumpulan orang-orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Tidak dapat dipungkiri bahwa faktor orang-orang (manusia) merupakan faktor yang begitu penting dalam sebuah organisasi, karena tanpa manusia, organisasi tidak terdefinisi. Siagian (2008: 3) menyakini bahwa berbagai institusi  meskipun tidak memiliki sumber daya dan kekayaan dalam bentuk uang, akan tetapi jika memiliki sumber daya manusia yang  terdidik,  terampil,  disiplin,  tekun,  mau  bekerja  keras,  memiliki  budaya  kerja, setia meraih kemajuan yang sangat besar buat  institusi dan pribadinya terbuka dengan lebar.
“Mesin yang canggih sekali hanya menjadi barang dan benda mati bila tidak digerakkan atau dijalankan oleh manusia. Ilustrasi ini juga berlaku di perguruan tinggi, semegah dan secanggih apapun fasilitas dan bangunannya, tetapi tidak didukung SDM yang berkualitas yang dihasilkan melalui manajemen SDM perguruan tinggi profesional. Maka perguruan tinggi tersebut tidak akan berkembang dengan maksimal bahkan cenderung statis dan mempertahankan status quo” (Arwildayanto: 2012).
Institusi Perguruan Tinggi merupakan organisasi yang memiliki sumber daya manusia yang terdiri dari dosen serta tenaga kependidikan. Sistem manajemen SDM perguruan tinggi hari ini dituntut untuk semakin efisien, efektif dan produktif. Tanpa mengurangi pentingnya perhatian  yang tetap harus diberikan pada manajemen  sumber-sumber  organisasional  lainnya,  tidak  bisa  disangkal  bahwa perhatian yang besar  harus  diberikan  pada  manajemen  sumber  daya  manusia perguruan tinggi.
 “Permasalahan SDM Aparatur di Indonesia sangat kait-mengkait antara jumlah, kualitas, distribusi, dan kesejahteraannya. Pola rekrutmen dan pola karir pada masa lalu juga sangat mempengaruhi kualitas SDM Aparatur saat ini. Harus diakui bahwa sebelum diberlakukan sistem rekrutmen CPNS melalui metoda CAT (Computer Assited Test) kualitas SDM Aparatur sangat diragukan. Masyarakat sudah beranggapan bahwa kehadiran negara hampir nihil dalam hal ini. Rekrutmen CPNS baik di Pusat maupun Daerah sangat kental dengan nuansa KKN. Rekrutmen tidak obyektif dan tidak transparan. Baru kemudian setelah pada tahun 2013 pemerintah memberlakukan metode CAT untuk rekrutmen CPNS, maka tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah mulai meningkat” (Rencana Strategis Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur Tahun 2015-2019).
“Persoalan yang sangat berat menyangkut rekrutmen yang hingga kini belum terselesaikan tuntas adalah terkait Tenaga Honorer Kategori 2 (THK-2) yang masih tersi­sa 439.956 orang. Dari hasil penelitian, tenaga honorer ini direkrut tidak sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang berlaku. Sebagian besar direkrut dengan cara KKN untuk masuk ke birokrasi. Akhirnya setelah bertahun-tahun mereka menuntut untuk dijadikan tenaga tetap (PNS). Persoalan landasan hukum juga perlu dicarikan solusi karena landasan hukum yang selama ini digunakan, yaitu PP. No. 48 Tahun 2005 jo. PP. No. 56 Tahun 2012 sudah berakhir pada Desember 2014” (Rencana Strategis Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur Tahun 2015-2019).
 Gambar 1. Permasalahan SDM Aparatur Indonesia
Sumber: Rencana Strategis Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur Tahun 2015-2019
Praktek manajemen sumber daya manusia dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. Praktek Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber: Noe, et.al (2006)
Salah satu isu yang ada pada Gambar 1 yakni rekruitmen yang tidak objektif, tidak transparan serta identik dengan tindakan KKN. Agar kinerja organisasi (sebagaimana terlihat pada Gambar 2) dapat tercapai secara maksimal, tentu setiap tahapannya harus berjalan dengan baik. Apabila salah satu tahapannya mengalami masalah, maka tentu kinerja organisasi sulit mencapai titik puncaknya.
Praktek manajemen SDM, dan isu perekrutannya juga terjadi dalam hal manajemen sumber daya manusia Perguruan Tinggi, khususnya di Indonesia. Perekrutan SDM PT yang “bermasalah” tentunya memiliki implikasi pada kinerja perguruan tinggi. Untuk itu, dalam kajian kali ini akan dibahas mengenai rekruitmen pendidik dan tenaga kependidikan perguruan tinggi.

B.     DEFINISI DAN TUJUAN REKRUITMEN
Rekruitmen Sumber Daya Manusia yaitu praktek atau kegiatan yang dijalankan oleh organisasi dengan tujuan utama mengidentifikasi dan menarik karyawan potensial. Kegiatan perekrutan dirancang untuk mempengaruhi (1) jumlah orang yang mengajukan lowongan, (2) tipe orang yang mengajukan permohonan mereka, dan / atau (3) kemungkinan bahwa mereka yang melamar lowongan akan menerima posisi jika ditawarkan. Tujuan dari program perekrutan organisasi adalah untuk memastikan bahwa organisasi memiliki jumlah pelamar yang cukup memenuhi syarat (yang akan menemukan pekerjaan yang dapat diterima) untuk dipilih ketika terjadi kekosongan (Noe, et al.: 2006).
Rekruitmen merupakan sebuah bagian penting dari manajemen sumber daya manusia yang efektif. Rekruitmen melakukan fungsi penting, memberikan gambaran sumber daya penting dalam organisasi, yakni human capital. Kesuksesan dari upaya yang berkaitan dengan sumber daya manusia, bergantung pada mutu dan jumlah pegawai baru yang teridentifikasi dan merasa tertarik melalui proses rekruitmen (Barber: 1998).
Recruitment is the generation of an applicant pool for a position or job in order to provide the required number of candidates for a subsequent selection or promotion program. Recruitment is done to achieve management goals and objectives for the organization and must also meet current legal requirements (human rights, employment equity, labour law, and other legislation) (Catano, et. al: 2010).
Sistem perekrutan didefinisikan oleh Alamro, et al. (2015) sebagai konfigurasi informasi yang disampaikan, timing, dan recruitware (perangkat untuk merekrut) yang dibuat dengan tujuan mempengaruhi ketertarikan kandidat potensial yang saat ini tidak bekerja untuk organisasi untuk: melamar lowongan pekerjaan, berinteraksi sampai penawaran pekerjaan, dan akhirnya menerima tawaran pekerjaan, sehingga mengisi kekosongan dengan jumlah dan kualitas pelamar yang dibutuhkan.
Terkadang penggunaan kata rekruitmen dan seleksi tidak dibedakan, padahal jelas bahwa rekruitmen berbeda dari seleksi. Recruitment (attracting potensial employee), selection (choosing employee) (Noe, et al: 2006). Rekruitmen adalah proses menarik karyawan potensial, seleksi proses adalah memilih karyawan.

C.    KOMPONEN REKRUITMEN
Ada tiga komponen penting dari sistem perekrutan: informasi, timing, dan recruitware (perangkat untuk merekrut). Bila dikombinasikan dan dikelola dengan baik, efektivitas sistem rekrutmen akan tinggi, tetapi jika tidak mereka akan menyebabkan masalah (yaitu tidak ada aplikasi, penarikan, dan penolakan tawaran) yang menghasilkan efektivitas keseluruhan rendah (Alamro, et al.: 2015).
Tabel 1. Komponen Sistem Rekruitmen
Sumber: Amalo, et al. (2015)
Dalam hal komponen informasi, didefinisikan daftar elemen informasi yang penting untuk mempengaruhi ketertarikan pemohon potensial dalam tiap tahap perekrutan. Karakteristik pekerjaan adalah elemen yang paling penting. Informasi organisasi membantu untuk menilai kecocokan orang-organisasi, informasi aplikasi diperlukan untuk membimbing pelamar untuk lowongan pekerjaan, informasi seleksi, meningkatkan transparansi dan keadilan sehingga meningkatkan daya tarik, dan pemberitahuan penting untuk komunikasi. Kegagalan untuk menyampaikan unsur-unsur informasi dapat berpengaruh negative terhadap minat pemohon. Berkenaan dengan komponen timing, waktu perekrutan sering dipengaruhi oleh dua jenis peristiwa: ketika hasil akademik yang diperlukan dari pelamar potensial diposting dan ketika lowongan diaktifkan (Amalo, et al.: 2015).
Komponen ketiga dari sistem perekrutan adalah recruitware (perangkat untuk merekrut), yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, dan manusia, yaitu 1) instrumen, hosting situs, dan teknologi perekrutan, 2) prosedur perekrutan untuk pengadministrasian instrumen dan infrastruktur ini, serta memproses informasi, 3) orang yang menggunakan perangkat keras dan menerapkan prosedur. Ada beberapa alasan mengapa unsur-unsur dari recruitware perlu dikombinaskan dengan baik untuk menghasilkan hasil yang baik. Misalnya, teknologi perekrutan adalah alat yang hanya menyediakan tingkat fitur kualitas tertentu yang diinginkan (misalnya aksesibilitas); namun tidak menambah fungsionalitas sistem. Prosedur yang dipilih dengan baik dapat menambah nilai teknologi ini sehingga seni desain adalah untuk memaksimalkan nilai tambah ini. Elemen manusia tidak boleh diabaikan. Alat rekrutmen yang baik jika berada di tangan orang-orang yang kurang berkualitas tidak dapat diharapkan untuk menghasilkan hasil yang baik (Amalo, et al.: 2015).
Gambar 3. Hubungan Pilihan Pekerjaan Individu dengan Proses Rekruitmen Organisasi
Sumber: Noe, et al. (2006)
Menurut Noe, et.al (2006), seluruh perusahaan harus membuat keputusan pada tiga wilayah rekreitmen: (1) kebijakan personal, yang mempengaruhi jenis pekerjaan yang ditawarkan perusahaan; (2) sumber rekruitmen yang digunakan untuk mencari pelamar, yang mempengaruhi jenis orang yang melamar; serta (3) karakteristik dan perilaku recruiter.
Kebijakan personal dimaksudkan untuk keputusan organisasi yang mempengaruhi lowongan pekerjaan untuk orang yang akan direkrut. Sumber rekruitmen merupakan sumber yang darinya sebuah organisasi merekrut pegawai potensial. Pasar tenaga kerja sangat luas sehingga setiap organisasi butuh untuk mencari hanya dari suatu bagian saja (Noe, et al.: 2006).

D.    TAHAPAN REKRUITMEN
Model proses rekruitmen pegawai dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4. Proses Rekruitmen dan Seleksi
Sumber: Gatewood, et al. (2015)
Proses rekrutmen berlangsung melalui beberapa tahap berurutan seperti yang terdapat dalam model proses rekruitmen pada Gambar 4. Tahap pertama yakni menarik dan menangkap minat pelamar potensial. Beberapa langkah kunci penting untuk mewujudkan keberhasilan dalam tahap ini, termasuk menetapkan sasaran perekrutan, menggambarkan penargetan dan strategi utama untuk diikuti, serta mengetahui isu terkait dengan hubungan jejaring sosial, juga memahami keterbatasan pemrosesan informasi yang mempengaruhi efikasi pesan. Tahap kedua berkaitan dengan menjaga ketertarikan pemohon di antara jeda waktu pemohon telah secara resmi mengajukan lamaran. Persepsi pemohon penting dibentuk oleh proses perekrutan dan penyaringan, termasuk keadilan yang dirasakan, kecepatan dan keinformatifan komunikasi, dan kualitas interaksi dengan agen organisasi (misalnya, perekrut atau manajer yang mempekerjakan). Tahap ketiga dan terakhir menyusul keputusan organisasi untuk memperpanjang tawaran pekerjaan untuk kandidat. Tahap ini dibatasi oleh dua keputusan pemohon: apakah akan berlaku untuk organisasi dan apakah akan menerima atau menolak kesempatan untuk memilih pekerjaan. Kompleksitas dari proses ini diperbesar oleh ketidakpastian pemohon apakah organisasi akan memperpanjang tawaran pekerjaan kepada mereka.
Hasibuan (2014) menyatakan bahwa proses perekrutan (penarikan) karyawan yang baik terdiri dari: (1) Penentuan dasar penarikan; (2) Penentuan sumber-sumber penarikan; (3) Metode-metode penarikan; dan (4) Kendala-kendala penarikan. Berikut ini akan dibahas satu persatu komponen tersebut:
1.      Penentuan Dasar Penarikan
Dasar penarikan calon karyawan harus ditetapkan lebih dahulu supaya para pelamar yang memasukkan lamarannya sesuai dengan pekerjaan atau jabatan yang diminatinya. Dasar penarikan harus berpedoman kepada spesifikasi pekerjaan yang telah ditentukan untuk menduduki jabatan tersebut. Job specification harus diuraikan secara terinci dan jelas agar para pelamar mengetahui kualifikasi yang dituntut oleh lowongan kerja tersebut. Misalnya, batas usia, pendidikan, jenis kelamin, dan kesehatan. Jika spesifikasi pekerjaan dijadikan dasar dan pedoman penarikan, karyawan yang diterima akan sesuai dengan uraian pekerjaan dari jabatan atau pekerjaan tersebut.

2.      Penentuan Sumber-Sumber Penarikan
Setelah diketahui spesifikasi pekerjaan karyawan yang dibutuhkan, harus ditentukan sumber-sumber penarikan calon karyawan. Sumber penarikan calon karyawan bisa berasal dari internal dan eksternal perusahaan.
a.       Sumber Internal
Sumber Internal adalah karyawan yang akan mengisi lowongan kerja yang lowong, yang diambil dari dalam perusahaan tersebut, yakni dengan cara memutasikan atau memindahkan karyawan yang memenuhi spesifikasi pekerjaan jabatan itu. Pemindahan karyawan bersifat vertical (promosi ataupun demosi) maupun bersifat horizontal. Jika masih ada karyawan yang memenuhi spesifikasi pekerjaan, sebaiknya pengisian jabatan tersebut diambil dari dalam perusahaan, khususnya untuk jabatan manajerial. Hal ini sangat penting untuk memberikan kesempatan promosi bagi karyawan yang ada.
b.      Sumber Eksternal
Sumber Eksternal adalah karyawan yang akan mengisi jabatan yang lowong dilakukan penarikan dari sumber-sumber tenaga kerja di luar perusahaan, antara lain berasal dari kantor penempatan tenaga kerja, lembaga-lembaga pendidikan, referensi karyawan atau rekanan, serikat-serikat buruh, pencangkokan dari perusahaan lain, nepotisme dan leasing, pasar tenaga kerja dengan memasang iklan pada media massa, serta sumber lainnya.

3.      Metode-Metode Penarikan
Metode penarikan akan berpengaruh besar terhadap banyaknya lamaran yang masuk ke dalam perusahaan. Metode penarikan calon karyawan baru adalah metode tertutup dan metode terbuka.
a.       Metode Tertutup
Metode tertutup adalah ketika penarikan hanya diinformasikan kepada para karyawan atau orang-orang tertentu saja. Akibatnya, lamaran yang masuk relative sedikit sehingga kesempatan untuk mendapatkan karyawan yang baik sulit.
b.      Metode Terbuka
Metode terbuka adalah ketika penarikan diinformasikan secara luas dengan memasang iklan pada media massa cetak maupun elektronik. Agar tersebar luas ke masyarakat. Dengan metode terbuka diharapkan lamaran banyak masuk sehingga kesempatan untuk mendapatkan karyawan yang qualified lebih besar.

4.      Kendala-Kendala Penarikan
Agar proses penarikan berhasil, perusahaan perlu menyadari berbagai kendala yang bersumber dari organisasi, pelaksana penarikan, dan lingkungan eksternal. Kendala-kendala yang dihadapi setiap perusahaan tidak sama, tetapi umumnya kendala itu meliputi kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan, persyaratan jabatan, metode pelaksanaan penarikan, kondisi pasar tenaga kerja, solidaritas perusahaan, serta lingkungan eksternal.
a.       Kebijaksanaan-Kebijaksanaan Perusahaan
Berbagai kebijaksanaan organisasi cermin utama berhasil atau tidaknya penarikan calon pegawai. Kebijaksanaan organisasi yang akan mempengaruhi penarikan adalah kebijaksanaan mengenai kompensasi dan kesejahteraan, promosi, status karyawan, dan sumber tenaga kerja.
b.      Persyaratan Jabatan
Semakin banyak persyaratan yang harus dimiliki pelamar maka pelamar semakin sedikit, demikian juga sebaliknya.
c.       Metode Pelaksanaan Penarikan
Semakin terbuka penarikan melalui surat kabar, radio, atau TV, pelamar semakin banyak. Demikian pula sebaliknya.
d.      Kondisi Pasar Tenaga Kerja
Semakin besar penawaran tenaga kerja semakin banyak pula pelamar yang serius, berllaku untuk sebaliknya.
e.       Solidaritas Perusahaan
Solidaritas perusahaan diartikan besarnya kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan, misalnya besarnya perusahaan. Jika solidaritas perusahaan besar, pelamar semakin banyak.
f.       Kondisi-Kondisi Lingkungan Eksternal
Jika kondisi perekonomian tumbuh dengan cepat dan saingan banyak, pelamar akan sedikit. Sebaliknya jika tingkat pertumbuhan perekonomian kecil/depresi, pelamar semakin banyak.

E.     PROSES REKRUITMEN SDM PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA
Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015 mengatur tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Pasal 27 dan Pasal 30 mengatur mengenai kualifikasi dan kompetensi dosen dan tenaga kependidikan perguruan tinggi di Indonesia. Hal ini merupakan bagian dari kriteria pelamar yang menjadi acuan siapa sajakah yang dapat direkrut untuk menjadi SDM Perguruan Tinggi.
Misalnya untuk Pasal 27 ayat (4), dosen program diploma satu dan program diploma dua harus berkualifikasi akademik paling rendah lulusan magister atau magister terapan yang relevan dengan program studi. Sedangkan dari data PD DIKTI, jumlah dosen berkualifikasi D4 sebanyak 3.526 orang dan S1 sebanyak 45.579, yang jika ditotal maka merupakan 18,7% dari keseluruhan dosen di Indonesia. Ini menunjukkan bahwa sebelum pemberlakuan PP Nomor 4 tahun 2015, rekruitmen tenaga dosen masih membolehkan SDM dengan kualifikasi di bawah S2. Padahal kualifikasi pendidikan ini merupakan kriteria yang menjadi salah satu poin penting dari daftar elemen informasi yang dapat mempengaruhi ketertarikan pemohon potensial dalam tiap tahap perekrutan serta untuk menilai kecocokan orang-organisasi.
Bukan hanya dosen yang ditentukan kualifikasi pendidikan minimal. Tenaga kependidikan memiliki kualifikasi akademik paling rendah lulusan program diploma 3 yang dinyatakan dengan ijazah sesuai dengan kualifikasi tugas pokok dan fungsinya, kecuali tenaga administrasi memiliki kualifikasi akademik paling rendah SMA atau sederajat. Untuk tenaga administrasi, meskipun telah ditetapkan minimal berkualifikasi SMA, namun masih ada juga yang berkualifikasi SD.
UU tentang Guru dan Dosen, Pasal 50 mengamanatkan bahwa PT harus melakukan proses rekrutmen dosen dengan prinsip tanpa diskriminasi. Artinya, suku, agama, ras, jenis kelamin, dan golongan tidak dapat digunakan sebagai dasar di dalam rekrutasi dosen. PT harus menggunakan kualifikasi akademik, kompetensi, dan pengalaman sebagai dasar rekrutasi dosen. PT yang telah sangat maju dengan misi research university dapat saja mensyaratkan kualifikasi akademik berupa gelar akademik doktor di dalam proses rekrutasinya.
Seperti pada Standar Dosen, rekrutasi yang tidak diskriminatif juga harus ada di dalam Standar Tenaga Kependidikan. Rekrutasi ini harus memerhatikan kualifikasi, kompetensi, sertifikasi, dan pengalaman tenaga kependidikan.
Untuk standar rekruitmen dosen dan tenaga kependidikan di Indonesia, perguruan tinggi diberikan kebebasan untuk menetapkan standarnya sendiri sesuai SNP atau lebih tinggi dari SNP, tergantung kemampuan perguruan tinggi bersangkutan.
Salah satu komponen dari sistem perekrutan adalah recruitware, terdiri dari 1) instrumen, hosting situs, dan teknologi perekrutan, 2) prosedur perekrutan untuk pengadministrasian instrumen dan infrastruktur ini, serta memproses informasi, 3) orang yang menggunakan perangkat keras dan menerapkan prosedur. Di Indonesia, meskipun ada perbedaan baik dari segi ukuran maupun kualitas antar perguruan tinggi, namun rata-rata perguruan tinggi telah melakukan proses rekruitmen SDM secara online, meskipun prosedur yang diterapkan berbeda satu sama lain. Artinya, metode rekrutmen SDM perguruan tinggi Indonesia menggunakan metode terbuka, yang mana informasi disebar secara luas ke masyarakat.

F.     KESIMPULAN
Rekrutmen SDM perguruan tinggi Indonesia diatur dalam perundang-undangan, disertai standar yang ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan berpedoman pada standar nasional pendidikan tinggi. Metode rekrutmen bersifat terbuka, sehingga informasi dengan mudah dapat diperoleh siapa saja yang memenuhi kualifikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Alamro, S., Dogan, H., and Phalp, K., 2015, Forming Enterprise Recruitment Pattern Based on Problem-Oriented Conceptual Model, Procedia Computer Science Vol. 64 pp. 298 – 305. <http://sciencedirect.com> (diakses 10 Oktober 2016).
Arwildayanto, 2012, Manajemen Sumber Daya Manusia Peguruan Tinggi; Pendekatan Budaya Kerja Dosen Profesional, Gorontalo: Ideas Publishing.
Barber, A. E., 1998, Recruiting Employees: Individual and Organizational Perspectives, Sage Publication. <https://books.google.co.id> (diakses 10 Oktober 2016).
Catano, V. M., Wiesner, W. H., Hackett, R. D., and Methot, L. L., 2010, Recruitment and Selection in Canada (4th Edition), Nelson Education. <https://books.google.co.id> (diakses 10 Oktober 2016).
Gatewood, R., Field, H. S., and Barrick, M., 2015, Human Resource Selection (8th Edition), Cengage Learning. <https://books.google.co.id> (diakses 10 Oktober 2016).
Hasibuan, M. S. P., 2014, Manajemen Sumber Daya Manusia (Edisi Revisi), Jakarta: Bumi Aksara.
Noe, R. A., Hollenbeck, J. R., Gerhart, B., and Wright, P. M., 2006, Human Resources Management: Gaining A Competitive Advantage Fifth Edition, McGraw-Hill Companies.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2015, Rencana Strategis Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur Tahun 2015-2019. <http://www.menpan.go.id> (diakses 8 Oktober 2016).
Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD DIKTI) Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi
Siagian, S. P., 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara.

PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM MENGHASILKAN PEMIMPIN BANGSA



A.    LATAR BELAKANG
Organisasi membutuhkan seorang pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan sehingga mampu mempengaruhi orang lain agar bekerja bersama sebagai suatu tim untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Hal ini juga terjadi pada organisasi besar, misalnya sebuah bangsa atau negara.
Beberapa fakta menarik yang berkaitan dengan modal kepemimpinan yang harus dimiliki generasi hari ini dipaparkan dalam sebuah artikel “Jangan Asal Kuliah, Ijazah Sarjana Saja Tak Cukup Buat Kerja” tertanggal 25 November 2016. Salah satunya adalah bahwa 8 dari 10 perusahaan di Indonesia, menurut Riset Willis Tower Watson Indonesia, mengaku kesulitan mendapatkan lulusan perguruan tinggi yang siap pakai. Padahal, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pengangguran sarjana di Indonesia meningkat dari 653.586 pada Agustus 2015 menjadi 695.304 orang pada Februari 2016. Menurut Lilis Hakim, Consultant Director Willis Tower Watson Indonesia, salah satu penyebab lulusan perguruan tinggi di Indonesia sulit mendapat pekerjaan adalah belum memiliki skill yang dibutuhkan perusahaan. Riset dari National Association of Colleges and Employers (NACE) pada 2015, misalnya, mendapati 70,2% dari 201 manajer yang menjadi respondennya mengaku mencari calon karyawan dengan mempertimbangkan kemampuan komunikasi tulisan. Riset NACE juga mendapati, sekitar 80,1% responden mencari kandidat yang memiliki kemampuan kepemimpinan, dan 78,9% responden mengutamakan keterampilan calon karyawan untuk bekerja dalam tim.
Fakta lain tentang keharusan memiliki jiwa kepemimpinan yang tidak kalah menarik adalah yang berkaitan dengan Beasiswa Pendidikan Indonesia yang disediakan oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di bawah koordinasi Kementerian Keuangan. Beasiswa LPDP bertujuan untuk mendukung ketersediaan sumber daya manusia Indonesia yang berpendidikan dan berkualitas serta memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi dan mempunyai visi masa depan bangsa yang kuat sebagai pemimpin Indonesia masa depan Sasaran pelamar Beasiswa Pendidikan Indonesia Program Magister dan Doktoral adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang mempunyai kemampuan akademik yang unggul dan jiwa kepemimpinan yang kuat serta berkeinginan untuk melaksanakan studi lanjut pada program Magister atau program Doktoral pada perguruan tinggi tujuan LPDP baik pada bidang ilmu yang sama maupun berbeda dengan bidang ilmu pada jenjang pendidikan sebelumnya. Salah satu persyaratan umum untuk pendaftar beasiswa adalah memiliki karakter kepemimpinan, profesionalisme, nasionalisme, patriotisme, integritas, memiliki kepercayaan diri, kegigihan, kemandirian, kematangan dalam mengelola emosi, dan kemampuan beradaptasi.
Dari beberapa fakta tersebut, terlihat bahwa jiwa kepemimpinan tidak hanya dibutuhkan di dunia kerja, baik sector public maupun sector privat, bahkan untuk memperoleh beasiswa pendidikan pascasarjana saja, seseorang diwajibkan untuk telah memiliki jiwa kepemimpinan. Jiwa kepemimpinan adalah modal yang harus dimiliki lulusan perguruan tinggi, maupun orang yang ingin menjadi mahasiswa pascasarjana.
Sejarah mencatat, bahwa kebangkitan nasional dimulai dari Sekolah Kedokteran Jawa atau STOVIA tempat para mahasiswa kedokteran yang cerdas dan progresif membentuk perkumpulan Boedi Oetomo pada tahun 1908. Sejarah pun mencatat, bahwa gagasan tentang kemerdekaan Indonesia lahir dari kalangan para mahasiswa Indonesia di Belanda yang tergabung dalam Perhimpunan Indonesia, utamanya melalui pledoi yang legendaris dari Mohammad Hatta yang berjudul “Indonesia Merdeka”. Kemudian, bahwa gagasan nasionalisme Indonesia yang mampu menggelorakan tuntutan kemerdekaan rakyat muncul dari kecemerlangan mahasiswa teknik yang bernama Soekarno. Kita pun tidak boleh melupakan, bahwa Presiden dan Wakil Presiden pertama Republik Indonesia, yakni Ir. Soekarno dan Drs. Muhammad Hatta adalah para alumni perguruan tinggi yang memiliki wawasan dan intelektualitas tinggi. (Wiranto: 2003).
Lulusan Perguruan Tinggi beberapa dekade lalu, telah banyak yang menjadi pemimpin bangsa hari ini. Lantas, bagaimanakah peran perguruan tinggi hari ini untuk menghasilkan pemimpin bangsa di masa depan? Hal tersebut yang akan dikaji dalam tulisan kali ini.

B.     LITERATURE REVIEW
Kepemimpinan sebagai sesuatu yang dilahirkan dideskripsikan sedikit berbeda dengan kepemimpinan sebagai sesuatu yang diperoleh dari sebuah proses. Pemimpin dilahirkan dilihat dari perspektif trait ledership, sedangkan pemimpin merupakan hasil sebuah proses dilihat dari perspektif process leadership. Perspektif yang pertama menyatakan bahwa individu tertentu memiliki karakteristik bawaan lahir yang istimewa, sebuah kualitas yang membuat mereka menjadi pemimpin, serta membedakan mereka dari orang-orang yang bukan pemimpin. Sedangkan untuk perspektif kedua, kepemimpinan diartikan sebagai sebuah proses dimana seorang individu mempengaruh orang lain maupun kelompok untuk dapat mencapai tujuan tertentu. (Northouse, 2001)
Para pemimpin (militer) terbukti memiliki pengalaman kepemimpinan di masa muda lebih banyak daripada mereka yang bukan pemimpin (Amit, K., et.al., 2008). Di UK, mayoritas medical school memasukkan MLM (Medical Leadership and Management) dalam konten kurikulumnya (Jefferies et al., 2016). Fakultas Kedokteran di Memorial University of Newfoundland (MUN) telah mengembangkan delapan modul, full online Sertifikat Kepemimpinan Dokter untuk program pendidikan kedokteran sarjana mereka. Program ini disebut sebagai contoh dari kurikulum sarjana medis yang menawarkan pelatihan kepemimpinan selama 4 tahun program MD. (Maddalena, 2016)
Hal ini menunjukkan bahwa, bagaimanapun juga untuk menjadi seorang pemimpin, yang dibutuhkan adalah sebuah proses. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa memang ada orang-orang tertentu yang dilahirkan dengan kelebihan memimpin, namun lingkungan juga punya pengaruh dalam membentuk karakter kepemimpinannya, melalui sebuah proses.

C.    ASPEK KEPEMIMPINAN DALAM KONTEN KURIKULUM PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA
Kurikulum pendidikan tinggi merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi.  Kurikulum Pendidikan Tinggi dikembangkan oleh setiap Perguruan Tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap Program Studi yang mencakup pengembangan kecerdasan intelektual, akhlak mulia, dan keterampilan. Kurikulum wajib memuat mata kuliah agama, Pancasila, kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia. Kurikulum Pendidikan Tinggi dilaksanakan melalui kegiatan kurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. (Pasal 35 UU No. 12 Tahun 2012).
Kegiatan kurikuler adalah serangkaian kegiatan yang terstruktur untuk mencapai tujuan Program Studi. Yang dimaksud dengan kegiatan kokurikuler adalah kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa secara terprogram atas bimbingan dosen, sebagai bagian kurikulum dan dapat diberi bobot setara satu atau dua satuan kredit semester. Sedangkan yang dimaksud dengan kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa sebagai penunjang kurikulum dan dapat diberi bobot setara satu atau dua satuan kredit semester.
Mahasiswa mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan dirinya melalui kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler sebagai bagian dari proses pendidikan. Kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler dapat dilaksanakan melalui organisasi kemahasiswaan. (Pasal 14 UU No. 12 Tahun 2012)
Pasal 77 Mahasiswa dapat membentuk organisasi kemahasiswaan. Organisasi kemahasiswaan paling sedikit memiliki fungsi untuk: a. mewadahi kegiatan Mahasiswa dalam mengembangkan bakat, minat, dan potensi Mahasiswa; b. mengembangkan kreativitas, kepekaan, daya kritis, keberanian, dan kepemimpinan, serta rasa kebangsaan; c. memenuhi kepentingan dan kesejahteraan Mahasiswa; dan d. mengembangkan tanggung jawab sosial melalui kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat. Organisasi kemahasiswaan yang dimaksud merupakan organisasi intra Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi menyediakan sarana dan prasarana serta dana untuk mendukung kegiatan organisasi kemahasiswaan. (Pasal 77 UU No. 12 Tahun 2012)
Meskipun dalam Undang-Undang secara eksplisit dikatakan bahwa organisasi yang dapat dibentuk oleh mahasiswa adalah organisasi intra perguruan tinggi, namun dalam kenyataannya organisasi ekstra perguruan tinggi tumbuh dengan subur. Baik yang berbasis kesamaan primordial (agama, suku, dll), ideology, maupun bidang keilmuan.

D.    ANALISIS
Undang-Undang tentang Pendidikan Tinggi tidak menyebutkan bahwa matakuliah tentang kepemimpinan wajib ada dalam kurikulum pendidikan tinggi. Namun, selain kegiatan kurikuler, mahasiswa juga dapat melaksanakan kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler melalui organisasi kemahasiswaan. Kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler lewat organisasi kemahasiswaan inilah, yang perlahan membentuk jiwa kepemimpinan mahasiswa.
Namun sayangnya, Undang-Undang hanya mengatur mengenai organisasi mahasiswa intra perguruan tinggi. Padahal, ada begitu banyak alumni organisasi kemahasiswaan ekstra kampus di level nasional (yang sekaligus juga alumni perguruan tinggi) menjadi pemimpin-pemimpin bangsa hari ini. Misalnya Himpunan Mahasiswa Islam dengan tokoh alumninya Akbar Tanjung, Mahfud MD, Anis Baswedan, Ade Komarudin, dan sebagainya. Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia dengan alumninya Taufik Kiemas, Joko Widodo, Siswono Yudo Hudsodo, Soekarwo, dan sebagainya.
Hal lain yang perlu diperhatikan lebih baik lagi adalah masalah pembobotan satuan kredit semester bagi kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. Ada mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler karena merasa bahwa kegiatan tersebut tidak ada imbasnya bagi IPK mahasiswa tersebut. Ini karena tidak ada penghargaan (berupa sks) dari kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Atau bahkan bisa lebih buruk lagi, kegiatan ekstrakurikuler akan menyita waktu belajarnya sehingga berdampak buruk bagi prestasi akademiknya.
Di lain sisi, ada juga mahasiswa yang “kebablasan” mengurus organisasi mahasiswa, baik intra maupun ekstra, hingga urusan kuliahnya menjadi terhambat. Padahal, bisa jadi di dalam organisasi mahasiswa yang dikelolanya, ia terhitung sebagai seseorang yang memiliki jiwa kepemimpinan.
Untuk beberapa hal ini perguruan tinggi harus mampu mengambil peran agar kegiatan kurikuler, kokurikuler, serta ekstra kurikuler mampu bersinergi untuk dapat menghasilkan pemimpin bangsa masa depan.

E.     PENUTUP
Pemimpin wajib memiliki jiwa kepemimpinan. Jiwa itu hadir bukan hanya karena bawaan lahir, tapi juga hasil dari proses yang dilewati. Telah banyak pemimpin besar bangsa yang lahir dari perguruan tinggi. Ini menunjukkan bahwa perguruan tinggi memiliki peran strategis untuk mempersiapkan generasi pemimpin bangsa selanjutnya. Dalam rangka menjalankan perannya ini, pergurn tinggi harus mampu mensinergikan kegiatan kurikuler, kokurikuler, serta ekstra kurikuler yang dilakukan mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA
Amit, K., Popper, M., Gal, R., Mamane‐Levy, T., & Lisak, A., 2009, Leadership‐Shaping Experiences: A Comparative Study of Leaders and Non‐Leaders. Leadership & Organization Development Journal, Volume 30 No. 4, halaman 302–318. <https://doi.org/10.1108/01437730910961658> (diakses pada 5 Desember 2016)
Jefferies, R., Sheriff, I. H. N., Matthews, J. H., Jagger, O., Curtis, S., Lees, P.,  Fountain, D. M., 2016, Leadership and Management in UK Medical School Curricula. Journal of Health Organization and Management, Volume 30 Nomor 7, halaman 1081–1104. <https://doi.org/10.1108/JHOM-03-2016-0042> (diakses pada 5 Desember 2016)
Maddalena, V., 2016, Leadership Training for Undergraduate Medical Students, Leadership in Health Services, Volume 29 Nomor 3, halaman 348–351. <https://doi.org/10.1108/LHS-05-2016-0019> (diakses pada 5 Desember 2016)
 Northouse, P.G., 2001, Leadership Theory and Practice (2nd Edition), Thousand Oaks: Sage Publication.
 Orasi Ilmiah H. Wiranto, SH, SIP, Peranan Perguruan Tinggi Dalam Menghasilkan Pemimpin Bangsa, disampaikan pada acara Wisuda Sarjana dan Pascasarjana Universitas Esa Unggul, 06 Oktober 2003 <http://www.esaunggul.ac.id/epaper/peranan-perguruan-tinggi-dalam-menghasilkan-pemimpin-bangsa-orasi-ilmiah-h-wiranto-sh-sip/> (diakses pada 5 Desember 2016)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi