Oleh: Oumo Abdul Syukur
Dahulu, di zaman sebelum dan
awal-awal kemerdekaan, perdebataan para pendiri bangsa adalah
masalah-masalah idiologis. Tentang kemana masa depan bangsa ini
diarahkan, diletakkan lalu dibawa menuju kesejahateraan rakyat secara
bersama-sama.
Itulah mengapa, rakyat bersatu padu berjuang
memerdekakan bangsa lalu mempertahankannya. Apakah mereka-mereka yang
berjuang waktu itu kaya raya? Soekarno, Hatta, Syahrir, Agus Salim, Tan,
Sudirman, Bung Tomo dll, mereka hidup di bawah garis kemiskinan bila
kita mengikuti standar BPS sekarang.
Rakyatpun demikian,
bahkan lebih parah dari itu. Nyatanya kemiskinan dan nestapa justru
membuat bertambah giroh mereka untuk berjuang bersama memerdekakan
bangsa ini dari penjanjajah Zhaliman.
Kenapa demikian? Karena
sekalipun mereka hidup dalam kemiskinan dan kepapaan, ada hal yang lebih
penting untuk diperjuangkan. Yaitu berjuang untuk masa depan
anak-cucunya, mewariskan bagsa yang memiliki kedaulatan penuh atas tanah
tumpah darahnya.
Saat ini kita telah berjalan hampir seabad.
Justru kezhaliman yang dahulu dibikin penjajah, dipraktekkan oleh
segelintir manusia bangsa ini terhadap rakyatnya. Kezhaliman masuk dalam
sistem, dalam proses distribusi kekuasaan dan dalam distribusi
kekayaan. Saya justru melihat kezhaliman inilah menjadi sumber penyebab
beberapa orang memprotes, beberapa daerah ingin memisahkan dirinya.
Dari
semua sumber yang kita baca dan lihat, umur persatuan sebuah bangsa
sesungguhnya terletak pada umur keadilan, keadilan dalam distribusi
politik, keadilan dalam distribusi sosial, serta keadilan dalam
distribusi kekayaan bersama.
Itulah sebabnya, saat pemerintah
dengan sewenang-wenang mengeluarkan satu kebijakan yang akan berdampak
secara perlahan terhadap rasa kepemilikan rakyat terhadap sebuah bangsa,
terhadap tanah air dan ibu pertiwinya. Dan bila ini (kezhaliman)
diparaktekkan secara terus menerus, rasa nasionalisme mereka akan
dibuang ke keranjang sampah.
Ini bukan tanpa alasan, sejarah
peradaban manusia dipenuhi oleh fenomena kebangunan lalu runtuh.
Kebangunan setiap bangsa selalu saja dimulai dari soliditas internal,
soliditas ini terbangun atas kesamaan nasib, satu tanah, bahasa, agama,
idiologi, budaya, etnis dan lainya. Begitu mengalami keruntuhannya, yang
pertama dialami adalah hancurnya soliditas. Kenapa bangunan soliditas
bisa hancur? Sederhananya adalah tidak atau kurangnya intervensi negara
terhadap distribusi kesejahateraan dan keadilan. Ini fenomena umum yang
bisa kita dapati di setiap runtuhnya negara bangsa.
Pertanyaannya
adalah akankah warisan leluhur yang paling berharga bernama Indonesia
ini akan hancur seperti Soviet dan Yugoslavia? Harus diingat, bahwa
kehancuran dua bangsa besar ini akibat gagalnya nasionalisme sebagai
faktor perekat. Menurut saya, Nasionalisme atau rasa memiliki tanah air
hanya akan tumbuh dalam setiap sanubari anak-anak bangsa dari Sabang
sampai Merauke bila negara benar-benar hadir, bila pemerintahan
konsisten menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya dalam melayani mereka.
Kezhaliman hanya akan mencabut kepercayaan rakyat dalam sebuah bangsa,
dan bukan tidak mungkin dalam waktu yang bisa ditentukan mereka akan
bergerak mencari bentuk dan wadah lain.
Ini bukan kemudian
menggugurkan rasa nasionalisme saya terhadap negeri ini, atau meragukan
nasionalisme mereka-mereka yang terkena dampak dari kebijakan zholim.
Tetapi bila sejarah adalah guru, maka mestinya kita harus belajar lebih
banyak lagi tentangnya. Setelah itu kita proyeksikan bangsa ini agar
bertahan sampai kiamat kelak, atau minimal selama kita masih hidup
negeri ini masih bernama Indonesia.
Jangan mengaku paling
Indonesia, tetapi produk kebijakan bersifat zholim terhadap pemberi
daulat, jangan juga memukul dada paling nasionalis tapi tanah dan air
negeri ini selalu saja dieksploitasi oleh asing. Tunjukkan bahwa kamu
adalah pencinta Indonesia, diwujudkan dengan kebijakan yang berdiri di
atas kepentingan rakyat. Wujudkan nasionalismemu dengan menasionalisasi
segala sumber daya alam yg dikuasai asing, tunjukkan bahwa kita memang
benar-benar bisa berdiri di atas kaki sendiri. Bahwa kita bisa berdaulat
secara politik, bahwa kita bisa mandiri secara ekonomi, bahwa kita
mesti punya keperibadian secara budaya (budaya Indonesia).
Caramu
menjalakan amanah rakyat justru itu lebih penting dari Jabatan yang
diberi. Kurangi pencitraan, sebab itu tidak menjamin Indonesia masih ada
besok. #Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar