A.
LATAR BELAKANG
Organisasi membutuhkan seorang pemimpin yang
memiliki jiwa kepemimpinan sehingga mampu mempengaruhi orang lain agar bekerja
bersama sebagai suatu tim untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Hal ini
juga terjadi pada organisasi besar, misalnya sebuah bangsa atau negara.
Beberapa fakta menarik yang berkaitan dengan modal
kepemimpinan yang harus dimiliki generasi hari ini dipaparkan dalam sebuah
artikel “Jangan Asal Kuliah, Ijazah Sarjana Saja Tak Cukup Buat Kerja”
tertanggal 25 November 2016. Salah satunya adalah bahwa 8 dari 10 perusahaan di
Indonesia, menurut Riset Willis Tower Watson Indonesia, mengaku kesulitan
mendapatkan lulusan perguruan tinggi yang siap pakai. Padahal, data Badan Pusat
Statistik (BPS) menunjukkan pengangguran sarjana di Indonesia meningkat dari
653.586 pada Agustus 2015 menjadi 695.304 orang pada Februari 2016. Menurut
Lilis Hakim, Consultant Director
Willis Tower Watson Indonesia, salah satu penyebab lulusan perguruan tinggi di
Indonesia sulit mendapat pekerjaan adalah belum memiliki skill yang dibutuhkan
perusahaan. Riset dari National
Association of Colleges and Employers (NACE) pada 2015, misalnya, mendapati
70,2% dari 201 manajer yang menjadi respondennya mengaku mencari calon karyawan
dengan mempertimbangkan kemampuan komunikasi tulisan. Riset NACE juga
mendapati, sekitar 80,1% responden mencari kandidat yang memiliki kemampuan
kepemimpinan, dan 78,9% responden mengutamakan keterampilan calon karyawan
untuk bekerja dalam tim.
Fakta lain tentang keharusan memiliki jiwa
kepemimpinan yang tidak kalah menarik adalah yang berkaitan dengan Beasiswa
Pendidikan Indonesia yang disediakan oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan
(LPDP) di bawah koordinasi Kementerian Keuangan. Beasiswa LPDP bertujuan untuk
mendukung ketersediaan sumber daya manusia Indonesia yang berpendidikan dan
berkualitas serta memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi dan mempunyai visi
masa depan bangsa yang kuat sebagai pemimpin Indonesia masa depan Sasaran
pelamar Beasiswa Pendidikan Indonesia Program Magister dan Doktoral adalah
Warga Negara Indonesia (WNI) yang mempunyai kemampuan akademik yang unggul dan
jiwa kepemimpinan yang kuat serta berkeinginan untuk melaksanakan studi lanjut
pada program Magister atau program Doktoral pada perguruan tinggi tujuan LPDP
baik pada bidang ilmu yang sama maupun berbeda dengan bidang ilmu pada jenjang
pendidikan sebelumnya. Salah satu persyaratan umum untuk pendaftar beasiswa
adalah memiliki karakter kepemimpinan, profesionalisme, nasionalisme,
patriotisme, integritas, memiliki kepercayaan diri, kegigihan, kemandirian,
kematangan dalam mengelola emosi, dan kemampuan beradaptasi.
Dari beberapa fakta tersebut, terlihat bahwa jiwa
kepemimpinan tidak hanya dibutuhkan di dunia kerja, baik sector public maupun
sector privat, bahkan untuk memperoleh beasiswa pendidikan pascasarjana saja,
seseorang diwajibkan untuk telah memiliki jiwa kepemimpinan. Jiwa kepemimpinan
adalah modal yang harus dimiliki lulusan perguruan tinggi, maupun orang yang
ingin menjadi mahasiswa pascasarjana.
Sejarah mencatat, bahwa kebangkitan nasional dimulai
dari Sekolah Kedokteran Jawa atau STOVIA tempat para mahasiswa kedokteran yang
cerdas dan progresif membentuk perkumpulan Boedi Oetomo pada tahun 1908. Sejarah
pun mencatat, bahwa gagasan tentang kemerdekaan Indonesia lahir dari kalangan
para mahasiswa Indonesia di Belanda yang tergabung dalam Perhimpunan Indonesia,
utamanya melalui pledoi yang legendaris dari Mohammad Hatta yang berjudul
“Indonesia Merdeka”. Kemudian, bahwa gagasan nasionalisme Indonesia yang mampu
menggelorakan tuntutan kemerdekaan rakyat muncul dari kecemerlangan mahasiswa
teknik yang bernama Soekarno. Kita pun tidak boleh melupakan, bahwa Presiden
dan Wakil Presiden pertama Republik Indonesia, yakni Ir. Soekarno dan Drs.
Muhammad Hatta adalah para alumni perguruan tinggi yang memiliki wawasan dan
intelektualitas tinggi. (Wiranto: 2003).
Lulusan Perguruan Tinggi beberapa dekade lalu, telah
banyak yang menjadi pemimpin bangsa hari ini. Lantas, bagaimanakah peran
perguruan tinggi hari ini untuk menghasilkan pemimpin bangsa di masa depan? Hal
tersebut yang akan dikaji dalam tulisan kali ini.
B.
LITERATURE REVIEW
Kepemimpinan sebagai sesuatu yang dilahirkan
dideskripsikan sedikit berbeda dengan kepemimpinan sebagai sesuatu yang
diperoleh dari sebuah proses. Pemimpin dilahirkan dilihat dari perspektif trait ledership, sedangkan pemimpin
merupakan hasil sebuah proses dilihat dari perspektif process leadership. Perspektif yang pertama menyatakan bahwa
individu tertentu memiliki karakteristik bawaan lahir yang istimewa, sebuah
kualitas yang membuat mereka menjadi pemimpin, serta membedakan mereka dari
orang-orang yang bukan pemimpin. Sedangkan untuk perspektif kedua, kepemimpinan
diartikan sebagai sebuah proses dimana seorang individu mempengaruh orang lain
maupun kelompok untuk dapat mencapai tujuan tertentu. (Northouse, 2001)
Para pemimpin (militer) terbukti memiliki pengalaman
kepemimpinan di masa muda lebih banyak daripada mereka yang bukan pemimpin
(Amit, K., et.al., 2008). Di UK, mayoritas medical school memasukkan MLM (Medical Leadership and Management) dalam
konten kurikulumnya (Jefferies et al., 2016). Fakultas Kedokteran di Memorial University of Newfoundland (MUN) telah mengembangkan
delapan modul, full online Sertifikat Kepemimpinan Dokter untuk program
pendidikan kedokteran sarjana mereka. Program ini disebut sebagai contoh dari
kurikulum sarjana medis yang menawarkan pelatihan kepemimpinan selama 4 tahun
program MD. (Maddalena, 2016)
Hal ini menunjukkan bahwa, bagaimanapun juga untuk
menjadi seorang pemimpin, yang dibutuhkan adalah sebuah proses. Meskipun tidak
dapat dipungkiri bahwa memang ada orang-orang tertentu yang dilahirkan dengan
kelebihan memimpin, namun lingkungan juga punya pengaruh dalam membentuk
karakter kepemimpinannya, melalui sebuah proses.
C.
ASPEK KEPEMIMPINAN DALAM KONTEN KURIKULUM PENDIDIKAN
TINGGI DI INDONESIA
Kurikulum pendidikan tinggi merupakan seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan ajar serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
Pendidikan Tinggi. Kurikulum Pendidikan
Tinggi dikembangkan oleh setiap Perguruan Tinggi dengan mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap Program Studi yang mencakup
pengembangan kecerdasan intelektual, akhlak mulia, dan keterampilan. Kurikulum
wajib memuat mata kuliah agama, Pancasila, kewarganegaraan, dan bahasa
Indonesia. Kurikulum Pendidikan Tinggi dilaksanakan melalui kegiatan kurikuler,
kokurikuler, dan ekstrakurikuler. (Pasal 35 UU No. 12 Tahun 2012).
Kegiatan kurikuler adalah serangkaian kegiatan yang
terstruktur untuk mencapai tujuan Program Studi. Yang dimaksud dengan kegiatan
kokurikuler adalah kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa secara terprogram
atas bimbingan dosen, sebagai bagian kurikulum dan dapat diberi bobot setara
satu atau dua satuan kredit semester. Sedangkan yang dimaksud dengan kegiatan
ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa sebagai penunjang
kurikulum dan dapat diberi bobot setara satu atau dua satuan kredit semester.
Mahasiswa mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan
dirinya melalui kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler sebagai bagian dari
proses pendidikan. Kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler dapat dilaksanakan
melalui organisasi kemahasiswaan. (Pasal 14 UU No. 12 Tahun 2012)
Pasal 77 Mahasiswa dapat membentuk organisasi kemahasiswaan.
Organisasi kemahasiswaan paling sedikit memiliki fungsi untuk: a. mewadahi
kegiatan Mahasiswa dalam mengembangkan bakat, minat, dan potensi Mahasiswa; b.
mengembangkan kreativitas, kepekaan, daya kritis, keberanian, dan kepemimpinan,
serta rasa kebangsaan; c. memenuhi kepentingan dan kesejahteraan Mahasiswa; dan
d. mengembangkan tanggung jawab sosial melalui kegiatan Pengabdian kepada
Masyarakat. Organisasi kemahasiswaan yang dimaksud merupakan organisasi intra
Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi menyediakan sarana dan prasarana serta dana
untuk mendukung kegiatan organisasi kemahasiswaan. (Pasal 77 UU No. 12 Tahun
2012)
Meskipun dalam Undang-Undang secara eksplisit
dikatakan bahwa organisasi yang dapat dibentuk oleh mahasiswa adalah organisasi
intra perguruan tinggi, namun dalam kenyataannya organisasi ekstra perguruan
tinggi tumbuh dengan subur. Baik yang berbasis kesamaan primordial (agama,
suku, dll), ideology, maupun bidang keilmuan.
D.
ANALISIS
Undang-Undang tentang Pendidikan Tinggi tidak
menyebutkan bahwa matakuliah tentang kepemimpinan wajib ada dalam kurikulum
pendidikan tinggi. Namun, selain kegiatan kurikuler, mahasiswa juga dapat
melaksanakan kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler melalui organisasi
kemahasiswaan. Kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler lewat organisasi
kemahasiswaan inilah, yang perlahan membentuk jiwa kepemimpinan mahasiswa.
Namun sayangnya, Undang-Undang hanya mengatur
mengenai organisasi mahasiswa intra perguruan tinggi. Padahal, ada begitu banyak
alumni organisasi kemahasiswaan ekstra kampus di level nasional (yang sekaligus
juga alumni perguruan tinggi) menjadi pemimpin-pemimpin bangsa hari ini.
Misalnya Himpunan Mahasiswa Islam dengan tokoh alumninya Akbar Tanjung, Mahfud
MD, Anis Baswedan, Ade Komarudin, dan sebagainya. Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
dengan alumninya Taufik Kiemas, Joko Widodo, Siswono Yudo Hudsodo, Soekarwo,
dan sebagainya.
Hal lain yang perlu diperhatikan lebih baik lagi
adalah masalah pembobotan satuan kredit semester bagi kegiatan kokurikuler dan
ekstrakurikuler. Ada mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler
karena merasa bahwa kegiatan tersebut tidak ada imbasnya bagi IPK mahasiswa
tersebut. Ini karena tidak ada penghargaan (berupa sks) dari kegiatan
ekstrakurikuler tersebut. Atau bahkan bisa lebih buruk lagi, kegiatan
ekstrakurikuler akan menyita waktu belajarnya sehingga berdampak buruk bagi
prestasi akademiknya.
Di lain sisi, ada juga mahasiswa yang “kebablasan”
mengurus organisasi mahasiswa, baik intra maupun ekstra, hingga urusan
kuliahnya menjadi terhambat. Padahal, bisa jadi di dalam organisasi mahasiswa
yang dikelolanya, ia terhitung sebagai seseorang yang memiliki jiwa
kepemimpinan.
Untuk beberapa hal ini perguruan tinggi harus mampu
mengambil peran agar kegiatan kurikuler, kokurikuler, serta ekstra kurikuler
mampu bersinergi untuk dapat menghasilkan pemimpin bangsa masa depan.
E.
PENUTUP
Pemimpin wajib memiliki jiwa kepemimpinan. Jiwa itu
hadir bukan hanya karena bawaan lahir, tapi juga hasil dari proses yang
dilewati. Telah banyak pemimpin besar bangsa yang lahir dari perguruan tinggi.
Ini menunjukkan bahwa perguruan tinggi memiliki peran strategis untuk
mempersiapkan generasi pemimpin bangsa selanjutnya. Dalam rangka menjalankan
perannya ini, pergurn tinggi harus mampu mensinergikan kegiatan kurikuler,
kokurikuler, serta ekstra kurikuler yang dilakukan mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Amit, K., Popper, M.,
Gal, R., Mamane‐Levy, T., & Lisak, A., 2009, Leadership‐Shaping Experiences: A Comparative Study of Leaders and
Non‐Leaders. Leadership &
Organization Development Journal, Volume 30 No. 4, halaman 302–318. <https://doi.org/10.1108/01437730910961658>
(diakses pada 5 Desember 2016)
Jefferies, R., Sheriff,
I. H. N., Matthews, J. H., Jagger, O., Curtis, S., Lees, P., Fountain, D. M., 2016, Leadership and Management in UK Medical School Curricula. Journal of Health Organization and
Management, Volume 30
Nomor 7, halaman 1081–1104. <https://doi.org/10.1108/JHOM-03-2016-0042>
(diakses pada 5 Desember 2016)
Maddalena, V., 2016, Leadership Training for Undergraduate Medical
Students, Leadership in Health
Services, Volume 29 Nomor 3, halaman 348–351. <https://doi.org/10.1108/LHS-05-2016-0019>
(diakses pada 5 Desember 2016)
Northouse,
P.G., 2001, Leadership Theory and
Practice (2nd Edition), Thousand Oaks: Sage Publication.
Orasi Ilmiah H.
Wiranto, SH, SIP, Peranan Perguruan
Tinggi Dalam Menghasilkan Pemimpin Bangsa, disampaikan pada acara Wisuda
Sarjana dan Pascasarjana Universitas Esa Unggul, 06 Oktober 2003 <http://www.esaunggul.ac.id/epaper/peranan-perguruan-tinggi-dalam-menghasilkan-pemimpin-bangsa-orasi-ilmiah-h-wiranto-sh-sip/>
(diakses pada 5 Desember 2016)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar