Tubuh
manusia tersusun dari berbagai sistem organ, seperti sistem pernapasan,
pencernaan, dan ekskresi. Sistem organ terdiri atas beberapa organ yang
bekerjasama untuk melakukan hal tertentu, misalnya sistem pencernaan yang
terbentuk atas hasil kerjasama organ mulut, kerongkongan, lambung dan
kawan-kawannya untuk mencerna makanan yang merupakan kebutuhan manusia. Setiap
organ tubuh manusia tersusun dari beberapa jaringan. Misalnya organ ginjal yang
dibentuk oleh jaringan epitel pipih selapis, jaringan epitel kubus selapis, dan
sebagainya. Setiap jaringan disusun oleh unit terkecil kehidupan yang dinamakan
SEL.
Dalam
setiap kilogram berat badan manusia terdapat sekitar satu triliun sel. Di dalam
setiap sel terdapat sebuah nukleus (inti sel) yang dilapisi membran. Di dalam
nukleus inilah terdapat GEN. Gen atau dalam dunia sains lebih dikenal dengan
DNA (Deoxyribonuclic Acid) mengandung semua informasi yang diperlukan untuk
membentuk sebuah kehidupan.
Jika
ditilik kembali, asal-mula kita adalah dari sebuah sel telur yang dibuahi oleh
sebuah sel sperma. Sel yang dibuahi itu kemudian akan membelah menjadi dua buah
sel. Dari dua menjadi empat, empat menjadi delapan, dan seterusnya, hingga
ketika saat seorang bayi dilahirkan, tubuhnya terdiri dari sekitar tiga triliun
sel.
Sebuah
hal yang begitu istimewa adalah kenyataan bahwa meskipun setiap sel yang ada
dalam tubuh manusia berdiferensiasi menjadi jaringan yang berbeda dan pada
akhirnya setiap jaringan yang berbeda berkumpul menjadi organ tubuh manusia
yang berbeda pula, namun gen yang ada dalam nukleus setiap sel ternyata
menyimpan informasi yang sama. Kenyataan ini berarti sel manapun yang diambil
dari bagian manapun dari tubuh manusia memiliki potensi yang sama untuk
menghasilkan kehidupan baru (misalnya pada kloning).
Dari
sini muncul pertanyaan besar. Jika memang setiap sel memiliki informasi yang
sama, lalu mengapa sel-sel yang terdapat pada rambut hanya menjadi rambut saja
dan tidak berubah menjadi sel-sel jantung atau sebaliknya? Padahal ada
kemungkinan hal ini bisa terjadi karena memang setiap sel telah dilengkapi oleh
satu set data yang lengkap.
Namun,
faktanya bahwa hal ini tidak pernah terjadi. Entah bagaimana mekanismenya, saat
sel-sel seorang janin berdiferensiasi di dalam rahim, sel-sel tersebut
seolah-olah telah “terprogram” untuk hanya menjalankan fungsi tertentu.
Potensi-potensi lain yang ada dalam diri sel-sel itu “dinonaktifkan”. Sel-sel
melakukan sebuah “perjanjian pembagian kerja”, dan senantiasa mematuhi
perjanjian itu tanpa pernah mengingkarinya.
Pembagian
kerja ini tidak mengakibatkan sel-sel dalam organ tertentu menjadi lebih
penting daripada sel-sel dalam organ yang lain. Sebagai contoh, sel-sel pada
sistem saraf tidak lebih penting kedudukannya dari sel-sel yang terdapat pada
sistem ekskresi. Sistem saraf memang penting. Sedikit gangguan saja pada sel
saraf, bisa mengakibatkan hal yang fatal pada diri seseorang. Namun, bukan
berarti sel-sel saraf lebih penting dari (maaf) anus. Karena gangguan pada anus
juga mengakibatkan hal yang tidak kalah fatalnya.
Selayaknya
tubuh manusia, pun demikian halnya dengan sebuah organisasi. Setiap individu
yang menjadi anggota organisasi diibaratkan sebagai sel dalam tubuh manusia.
Dalam proses pembagian tugas dan tanggungjawab, setiap anggota diwajibkan untuk
selalu bekerjasama, taat dan patuh pada apa yang telah disepakati. Kemudian,
jabatan struktural pun tidak menunjukkan tinggi redahnya posisi individu dalam
organisasi. Yang lebih penting adalah bermanfaat atau tidaknya keberadaan
individu tersebut. Menjadi ketua lantas mengabaikan tugasnya, tidak ada nilai
lebihnya. Lebih baik menjadi anggota, tetapi apapun dia lakukan untuk kemajuan
organisasinya.
Dalam
menjalankan tanggung jawab yang diemban, belajar dari sel yang begitu setia
dengan pekerjaannya merupakan hal yang patut ditiru oleh seluruh komponen
organisasi. Sel-sel ginjal yang bekerja di belakang layar, tak pernah iri
dengan sel-sel kulit yang nampak indah dari luar. Walaupun sel-sel ginjal
memiliki potensi untuk menjadi sel-sel kulit, namun ia senantiasa bersyukur dan
ikhlas dalam menjalankan amanah yang diberikan kepadanya, meskipun pekerjaannya
yang begitu penting itu seringkali lupa diberikan apresiasi. Sungguh indah jika
semua anggota organisasi meniru rasa syukur, keikhlasan dan kesetiaan sel. Tak
pernah iri dengan siapapun karena alasan apapun, amanah dalam memegang taggung
jawab, dan setia pada organisasi. Pekerjaan di belakang layar pun dilakoni
tanpa mengharapkan pujian, asalkan pekerjaannya memberi manfaat bagi
organisasi.
Setiap
individu yang menjadi anggota masyarakat juga dapat diibaratkan sebagai sel
dalam tubuh manusia. Dalam proses kehidupan, setiap individu memiliki posisi
unik. Terjadi perbedaan “tupoksi” antara individu yang satu dengan individu
yang lain dalam masyarakat. Ada yang menjadi tukang sapu jalanan, petani,
nelayan, pemulung, guru, polisi, hakim,
dan lain sebagainya. Bayangkan jika seluruh petani menjadi pejabat
pemerintahan, tidak ada lagi petani, dari mana kita bisa memperoleh beras?
Bayangkan jika seluruh tukang bersih-bersih sampah menjadi polisi, tidak ada
lagi yang mau membersihkan sampah, bagaimana kotornya lingkungan kita?
Bayangkan jika seluruh tukang tambal ban menjadi guru, tidak ada lagi tukang
tambal ban, siapa yang akan menolong kita yang pecah ban motornya di malam hari
dalam perjalanan pulang ke rumah?
Karena
itu, sungguh naif jika seorang pejabat pemerintahan menganggap remeh seorang petani,
seorang polisi merendahkan seorang pemulung, dan seorang guru memandang sebelah
mata pada tukan tambal ban. Dalam hidup, kita membutuhkan orang lain, baik
secara langsung maupun tidak langsung, sebagaimana setiap sel dalam tubuh
saling membutuhkan sel lain.
Betapa
indah hidup ini jika kita semua meniru rasa syukur, keikhlasan dan
keistiqomahan sel. Tak pernah iri dengan siapapun karena alasan apapun, amanah
dalam memegang taggung jawab, dan setia pada tugasnya. Juga tak lupa untuk
selalu memiliki pandangan bahwa setiap manusia diciptakan sama, tak ada
bedanya.
Semoga
Bermanfaat.